/1/
Indonesia merupakan negara yang
memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Dengan
pesona alamnya yang masih subur dan hijau, dengan 16.000 pulaunya yang beragam,
bahasanya yang mencapai ratusan, suku, seni dan budayanya, juga keunikan
daerahnya masing-masing. Sebagai warga negara Indonesia kita seharusnya patut
bersyukur dengan apa yang telah ada di Indonesia. Memanfaatkan segala yang ada
dengan baik. Namun, hal ini masih belum memungkinkan. Di Indonesia banyak
berdiri pabrik-pabrik milik luar negri, perusahaan milik pengusaha asing,
berdiri mall-mall, pusat perbelanjaan yang meniru gaya asing. Segalanya di
Indonesia sekarang ini mengikuti gaya kebarat-baratan. Banyak pengaruh asing
yang masuk dan secara tidak langsung, pelan tapi pasti telah mempengaruhi dan
menggerogoti sendi-sendi Indonesia.
Indonesia kehilangan jati diri
bangsa, kehilangan ibunya, hilang arah. Sekarang para masyarakat Indonesia
sendiri belum tentu tahu, belum tentu mengerti segala sesuatu mengenai
bangsanya sendiri. Dari adat, falsafah hidup, jati diri, dan seni budaya yang ada
pada bangsanya. Ini dikarenakan adanya pengaruh-pengaruh asing yang masuk tanpa
di saring terlebih dulu di Indonesia. Segala barang dan merek yang ada berasal
dari luar negeri, segalanya serba impor, antara lain; kedelai impor, beras
impor, sapi impor, dan berbagai macam bahan pokok dan barang lainnya.
Dahulunya Indonesia adalah negara
yang masih dibalut dengan nuansa tradisional yang sangat kental, namun seiring
kemajuan teknologi, masuknya pengaruh barat ke Indonesia mengakibatkan adanya
perubahan besar dimana segala sesuatu serba modern, serba canggih, cepat, instan,
teknologi semakin beragam yang membuat segalanya serba mudah. Selain itu hal
ini mempengaruhi perilaku masyarakar juga dimana konsumerisme masyarakat
semakin tinggi, gaya hidup masyarakat juga berubah ke modern, dikesampingkannya
nilai-nilai tradisional, juga memudarnya identitas kelokalan dalam tubuh setiap
masyarakat.
Dalam makalah ini penulis ingin
menyampaikan salah satu dari imbas modernitas yang saat ini sedang terjadi,
yaitu modernitas makanan. Tidak bisa dipungkiri di zaman yang serba canggih dan
modern ini segala kebutuhan juga mengikuti arus zaman, mulai dari teknologi
komunikasi yang modelnya beragam, life
style dari pakaian, kecantikan, gaya hidup manusia itu sendiri juga berubah
mengikuti zaman, dan salah satunya yang akan disampaikan penulis yaitu mengenai
makanan. Di sini penulis menyoroti salah satu makanan tradisional Indonesia
yang sekarang ini telah ikut melambung ke dunia modern yaitu singkong. Singkong
merupakan makanan tradisional Indonesia, selain itu di beberapa daerah singkong
juga telah menjadi bahan makanan pokok dalam kehidupan sehari-hari, biasanya
yang mengkonsumsi singkong adalah masyarakat desa. Selain padi yang menjadi
alternative makanan pokok, singkong pun juga tak ketinggalan, karena selain
juga sama mengenyangkan, singkong juga mudah untuk ditanam, cepat besar, dan
bagi masyarakat harga singkong bisa dibilang murah palagi untuk kantong wong cilik. Namun, seiring modernitasnya
zaman, singkong semakin terpinggirkan, tergantikan dengan makanan modern dari
luar seperti roti, chicken, pizza hut,
burger, dan lain sebagainya. Paling-paling kita bisa menjumpai singkong
rebus di desa, dan di kota, kita hanya menemui makanan yang berbau keju, saus, sandwich.
Namun jangan salah, di zaman yang
serba canggih ini tentu yang biasa-biasa bisa dirubah menjadi luar biasa, yang ndeso berubah modern, termasuk juga
singkong, makanan dari desa ini pun bisa ngluyur
ke kota dengan penampilan berbeda mengikuti arus zaman yang canggih ini. Dalam
makalah ini penulis akan menggali maksud dari perubahan singkong dari
tradisional ke modern, nasib singkong saat ini yang sudah di dandani dengan
berbagai macam bedak, apa yang mendasari perubahan ini, dampak-dampak yang
ditimbulkan khususnya pada masyarakat urban, serta identitas hubungan antar
waktu yang dialami oleh singkong dari nuansa yang dulunya tradisional berubah
menjadi style modern.
/2/
Singkong sering disebut-sebut sebagai
bahan makanan ndesa atau berasal dari kampung. Meski saat ini beraneka ragam
usaha makanan yang berbahan dasar singkong mulai menjamur, namun rata-rata
usaha tersebut masih bermotivasi untuk “mengangkat derajat” singkong supaya
lebih bergengsi. Artinya, singkong masih dianggap sebagai bahan makanan
rendahan. Banyak sekali gerai di seputar
Jalan Kaliurang dengan mengusung indentitas yang sama sekali baru, seperti
Singkong Talk, boleh dikatakan ingin mengarah kepada Bread Talk. Singkong
sebagai identitas pangan yang dibudidayakan di Jawa dan sekitaranya dibuat sedemikian
rupa untuk menyerupai pangan dalam rangka pemenuhan tuntutan modernitas. Di mata pemerintah dan masyarakat,
singkong pun dianggap sebagai bahan makanan lokal yang perlu digalakkan sebagai
bahan makanan pokok alternatif. Istilah bahan makanan lokal juga perlu
dicermati, tidak hanya beras saja yang bisa menjadi makanan pokok, namun
singkong juga bisa karena mengandung karbohidrat. Pun juga harga singkong
terjangkau dibandingkan dengan harga beras yang mahal. Belum tentu semua
masyarakat bisa menjangkaunya.
Namun pada zaman yang serba canggih
ini, singkong telah bertransformasi dari makanan yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat desa kini juga telah dikonsumsi oleh masyarakat kota. Singkong telah
bertransformasi dari yang semula singkong hanya direbus dan diberi garam
langsung bisa dimakan, kini telah menjadi makanan dengan berbagai macam
penampilan dan bedak yang beragam.
Keragaman inilah yang menjadi sebuah tanda tanya yang perlu dikuak dan digali
lebih lanjut dengan adanya transformasi singkong yang semula tradisional ke
modern, yang semula menjadi makanan kegemaran orang desa karena tinggal ambil
di lading belakang rumah kini telah di gandrungi masyarakat perkotaan.
Transformasi Singkong dari Tradisional ke Moderen
Di zaman yang serba canggih ini apapun
bisa dilakukan, barang yang jelek bisa di ubah menjadi bagus, barang yang
semulanya murahan bisa di rubah menjadi barang yang mahal, barang yang tidak
dipakai bisa dimanfaatkan dengan segala kecanggihan teknologi saat ini. Begitu
juga dengan singkong, makanan yang berasal dari desa ini kini telah sampai ke
kota dengan penampilan baru yang lebih memikat konsumennya. Singkong semula
hanya di konsumsi orang desa sebagai bahan makanan pokok, di rebus atau di
goreng, dan sekarang ini singkong yang berada di kota telah mempunyai tampilan
sendiri. Manusia semakin lama semakin cerdas, selain dirinya sendiri yang
mengikuti arus modernitas, manusia dengan kecerdikan akalnya juga membuat
singkong ikut ke arus modernitas. Selama ini sudah banyak sekali makanan-makanan
modern yang menjamur, seperti pizza hut,
burger, hot dog, chicken dan lain
sebagainya. Makanan modern ini membuat makanan lokal semakin tergeser.
Masyarakat semakin terpengaruhi citraan yang terdapat pada makanan-makanan
modern. Para pemodal menciptakan symbol yang membuat masyarakat modern menjadi
tergiur. Berbagai citraan dibuat semenarik mungkin hingga merubah pandangan
masyarakat, khususnya mengenai makanan.
Makanan modern yang telah menjamur di
pasaran terutama di kota, di mall-mall yang membuat masyarakat seringkali
berpikiran bahwa inilah makanan orang modern, makanan orang masa kini, makanan
orang berduit, makanan orang gaul. Bila tidak menkonsumsi makanan ini berarti
bukan orang modern alias ndeso. Tidak
hanya dari symbol, dan gambar saja tapi para pemodal juga mempublikasikan
makanan-makanan ini lewat iklan di televise yang secara otomatis cepat sekali
mempengaruhi masyarakat sehingga pandangan masyarakat berubah terhadap makanan.
Efek yang ditimbulkan dari pencitraan yang berlebihan ini membuat masyarakat
tidak peduli makanan ini sehat atau tidak karena bagi mereka dengan
mengkonsumsi makanan ini mereka merasa prestise
mereka telah naik.
Atas berbagai alasan inilah singkong
hadir di dunia modern, mengikuti arus makanan-makanan modern dengan tampilan
yang berbeda. Kini, kita bisa mengetahui di kota, di mall-mall telah banyak
menjamur berbagai macam makanan berbahan dasar singkong seperti kripik
singkong, singkong keju, singkong talk,
singkong balado, dan singkong-singkong lainnya. Singkong telah di dandani oleh
para manusia dari yang pada mulanya ndeso
menjadi modern bersaing dengan makanan-makanan modern lainnya. Singkong
sekarang ini di buat semenarik mungkin agar para masyarakat berminat. Dengan
tampilan yang beragam seperti singkong keju yang merupakan perpaduan antara
nuansa tradisional dan modern yang membuat masyarakat penasaran dan tertarik
dengan singkong keju ini. Singkong Talk merupakan
salah satu singkong yang laris, dimana dalam makanan ini ada perpaduan bumbu
Indonesia dan Barat, Singkong Talk
dibuat lebih mirip dengan roti jaman sekarang sehingga membuat masyarakat
tertarik, karena masyarakat sekarang banyak yang menyukai roti. Kue singkong
coklat merupakan kue berbahan dasar singkong yang diberi paduan rasa coklat. Ada
juga Tela-tela yang merupakan singkong goreng yang kemudian diberi berbagai
macam bumbu rasa balado, keju, jagung bakar dan lain sebagainya. Pada dasarnya,
singkong pada sekarang sama halnya dengan makanan modern saat ini, hanya di
zaman modern ini lebih bervariasi. Dengan cerdik, manusia merubah singkong yang
semula hanya di konsumsi di desa kemudian di bawa ke kota dengan tampilan
meniru makanan-makanan modern saat ini. Dengan sedikit perpaduan antara
singkong dengan adanya variasi campuran makanan modern, maka berubahlah
singkong dari semula dikenal di desa kini menjamur di perkotaan.
Selain itu para produsen singkong
juga tak kalah cerdik dengan para pemodal makanan-makanan modern saat ini. Para
penjual dan pengusaha singkong modern pun juga mengcreate masyarakat dengan berbagai citraan dan symbol yang
dibuat semenarik mungkin, sehingga para masyarakat pun tertarik dengan adanya
singkong modern ini. Pada zaman sekarang ini permainan simbol-simbol sangat
mempengaruhi masyarakat bahkan dapat merubah pandangan masyarakat, tentunya
symbol yang menarik, bagus, seperti halnya yang ada dalam singkong modern
dimana kemasannya di buat semenarik mungkin sehingga membuat siapa yang melihat
tergiur. Selama ini kebanyakan para pengusaha singkong bermain pada rasa dan
citraan yang dibuat melalui gambar, symbol, maupun iklan. Dan sekarang ini, di
kota-kota besar khususnya Surabaya sendiri berbagai nmakanan yang berbahan
singkong kini telah menjamur dan menjadi makanan yang cukup di gemari oleh
masyarakat tentunya dengan tampilan yang berbeda. Kini singkong tak hanya di
desa tapi juga merambah ke perkotaan.
Singkong dan Perilaku Masyarakat Urban
Masyarakat urban merupakan masyarakat
yang tinggal di perkotaan yang muncul sebagai akibat dari kuatnya magnet kota.
Masyarakat ini berasal dari penjuru-penjuru daerah, dari desa, dan juga daerah
pinggiran. Mereka ummunya ingin mengadu nasib di perkotaan untuk mencari
pekerjaan, berwirausaha, dan tujuannya adalah memenuhi kebutuhan agar lebih
baik. Masyarakat urban yang datang ke kota kebanyakan dari mereka adalah
mendirikan usaha-usaha sendiri. Seperti halnya kita ketahui di Surabaya bahwa
para penjual di pasar, para penjual makanan yang berada di sekitar kampus,
warung-warung pinggir jalan yang berentet di Jalan Karangmenjangan juga di
Jalan Dharmawangsa, penjualnya adalah para masyarakat dari penjuru daerah lain.
Kebanyakan dari mereka mengadu nasib ke kota besar untuk memenuhi kebutuhan
hidup yang semakin hari semakin tinggi.
Sama halnya dengan para pengusaha
singkong yang berada di kota-kota. Penulis sempat melakukan sedikit wawancara
dan observasi terhadap para penjual singkong moderen yang berada di sekitar
Kampus B Universitas Airlangga, dan hasilnya adalah kebanyakan dari para
penjual singkong ini adalah mereka yang bukan orang yang berdomisili Surabaya
melainkan hampir semua dari penjual singkong adalah mereka dari daerah lain.
Dapat ditarik kesimpulan bahwasanya para penjual singkong yang berada di
kota-kota adalah mereka yang berasal dari daerah atau masyarakat urban, mereka
mempunyai ide baru untuk mentransformasi singkong mengikuti kondisi jaman.
Singkong instan, cepat saji, dan bercita rasa khas moderen. Para masyarakat
urban ini bermain mengikuti arus jaman, mengikuti tuntutan modernitas, sehingga
dengan hasrat “memenuhi kebutuhan hidup”, “mencari penghasilan”, maka muncul
ide untuk membuat singkong sesuai tuntutan modernitas, sesuai permintaan
masyarakat modern saat ini.
Selain para penjual dan para
pengusaha singkong maka ada pula penikmat singkong. Siapakah mereka? Para
penikmat singkong di kota sudah dari berbagai macam kalangan dengan adanya
tampilan singkong yang beraneka ragam saat ini. Singkong telah masuk ke pusat
perbelanjaan, pusat oleh-oleh dan juga mall-mall di Indonesia. Secara otomatis,
singkong telah menyebar di berbagai kalangan dan inilah yang membuat singkong
menjadi eksis, tidak hanya masyarakat desa yang menikmati tapi masyarakat kota
pun bisa. Lalu, bagaimana perilaku masyarakat urban sendiri terhadap singkong
moderen? Masyarakat urban merupakan masyarakat yang berasal dari daerah.
Menurut analisa penulis sendiri, masyarakat urban yang mengetahui adanya
singkong moderen ini pastinya senang dengan adanya singkong modern, dengan
catatan mereka masyarakat urban yang berpenghasilan menengah. Karena bagi
masyarakat yang berpenghasilan menengah membeli singkong modern dengan citarasa
yang baru bisa mereka jangkau. Sedangkan bagi masyarakat urban yang
berpenghasilan rendah membeli singkong moderen adalah hal yang susah, karena
ada yang tentunya lebih mereka prioritaskan dari pada membeli singkong moderen
ini. Selain itu, banyak pula masyarakat urban yang mengabaikan keberadaan
singkong ini. Bagi mereka masyarakat urban yang telah terseret dalam arus modernitas,
mereka memilih membeli makanan lain yang lebih moderen, ber brand luar yang meningkatkan prestise mereka sebagai masyarakat
moderen, ada gengsi pada diri mereka untuk kembali mencicipi rasa singkong
kembali. Tapi tidak semua masyarakat urban demikian, sebagian masyarakat urban
sendiri merasa terobati dengan adanya singkong yang masuk ke perkotaan. Karena
dengan begini singkong bisa mereka nikmati dengan cara cepat, instan, dengan
beragam citarasa, dan sesuia tuntutan modernitas sat ini.
Singkong dan Identitas Antar Waktu
Telah kita ketahui dari berbagai
penjelasan mengenai singkong di atas bahwasanya singkong telah mengalami
perubahan, dari singkong yang semula tradisional hanya di rebus atau di goreng
kini mengalami perubahan menjadi beranekaragam makanan baru. Seiring
berkembangnya zaman maka segala sesuatunya pun juga mengalami perubahan
termasuk singkong. Banyak sekarang ini makanan tradisional yang di moderenkan.
Makanan-makanan ini hanya tinggal di poles sedikit, dengan lebih cantik, dengan
tampilan menarik, dan dengan dukungan berbagai citraan maka jadilah. Banyak pula
makanan tradisional yang telah merambah mall-mall karena citarasanya yang khas
dan tidak kalah dengan makanan yang berasal dari luar. Tentunya, dengan harga
yang bisa dibilang fantastis.
Singkong yang semula sebagai identitas pangan yang dibudidayakan di Jawa dan sekitarnya
dibuat sedemikian rupa untuk menyerupai pangan dalam rangka pemenuhan tuntutan
modernitas. Modernitas ini tidak dilandaskan pada efisiensi dan efektifitas namun
sekedar nama belaka. Dapat kita lihat sendiri pada kenyataannya bahwa segala
macam makanan moderen belum tentu menyehatkan. Makanan-makanan yang dibuat
dengan berbagai macam bumbu-bumbu masakan moderen, dan berbagai penyedap rasa
yang hanya tinggal beli di pasaran, berasal dari pabrik-pabrik dimana
masyarakat si penjual tidak mengetahui proses pembuatannya, benarkah makanan
yang seperti ini menyehatkan. Berdasarkan data dari para ahli kesehatan dan
para peneliti menyatakan bahwa penyedap rasa menyebabkan rusak otak anak-anak, sedangkan untuk
orang dewasa akibatnya bisa memicu degeneratif syaraf otak, dengan munculnya
parkinson, huntington, ALS dan alzheimer alias pikun. Namun, di Indonesia
kurang sekali wacana menggencarkan berita ini terhadap masyarakat dan juga
masyarakat yang tahu pun kurang menyadari. Bagi sebagian orang menganggap
kesehatan adalah urusan akhir yang penting adalah urusan lidah.
Selain itu makanan saat ini,
khususnya singkong telah bertransformasi dari singkong biasa yang tradisional,
singkong yang menjadi khas masyarakat timur kini telah berduet dengan makanan
khas barat. Salah satu contoh yang bisa di ambil yaitu singkong keju. Singkong
yang merupakan khas timur, dan keju yang merupakan khas barat. Perpaduan antara
dua makanan bertransformasi menjadi makanan baru. Seiring berjalannya waktu
inilah identitas yang Indonesia. Mengikuti perkembangan zaman segalanya pun
juga ikut berkembang, mengikuti arus. Menurut penulis, dari analisa singkong
ini dapat diketahui bagaimana identitas singkong berubah seiring waktu dari
tadisional ke moderen. Adanya percampuran dari berbagai macam pengaruh dari
luar yang masuk ke Indonesia membuat segalanya mengalami perubahan, adanya
asimilasi: percampuran dua budaya yang menghasilkan budaya baru. Dan ini sama
halnya dengan singkong sekarang ini. Lalu, dimanakah letak identitas murni
sekarang ini, identitas pada diri kita masing-masing. Masihkah ada atau
jangan-jangan sudah tidak ada. Inilah yang masih menjadi pertanyaan. Pada
nyatanya, modernitas telah membawa perubahan pada masyarakat Indonesia, gaya
hidup, lifestyle, dan juga perilaku
masyarakat.
/3/
Pada
akhirnya modernitas yang terjadi di Indonesia telah menciptakan banyak
perubahan, pada kenyatannya pun bisa kita lihat sendiri mulai gaya hidup
masyarakat, lifestyle, dan juga perilaku
masyarakat yang meniru orang barat. Berbagai macam identitas khas Indonesia
kini mengabur telah bercampur dengan modernitas sehingga perlu dipertanyakan
kembali mana identitas diri kita sendiri dan mana pula yang bukan identitas.
Dari pembahasan singkong ini mungkin bisa sedikit terkuak perilaku-perilaku
masyarakat yang mulai meninggalkan adat ketimuran yang sebenarnya mengandung
ajaran-ajaran yang tinggi dan beralih ke moderen. Dan dari Singkong, makanan
taradisional ini kita bisa mengaca bagaimana kondisi Indonesia sekarang ini,
mana identitas dan mana yang bukan identitas. Masihkah ada identitas atau
sebenarnya sudah tidak ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar